.










Minggu, 11 Agustus 2013

Tanpa Judul Sepatahpun.

Aku berpikir dalam diam. 
Aku bertanya saat bungkam.

Mengapa sulit selalu terasa saat aku mencoba berhenti dan berbalik. Terlalu lekat rasanya mataku tak henti menatap ke satu arah. Terasa bising di telinga saat sederet kata itu mengalun. Menusuknya wewangian harum itu menjorok hidung. Sering kali kelu lidahku saat akan mulai berucap. Keram genggaman ini menarik tanganku untuk tak lepas. Terlalu berat kaki ini untuk melangkah menjauhi. Berlimpah cinta dalam hati ini akan wujud yang tak pernah menghargai cinta.

Terlalu sering aku berharap bahwa semua ini nyata. Tapi kenyataan tak pernah bisa berkata. Atau hanya aku saja yang terlalu buta.

Lelahnya batin dan pikiran yang tak henti berkecamuk saling membela perasaan satu sama lain. Mencoba untuk pulih dan lupa tapi masih terlalu pagi.

Seperti siang yang berlari ke arah malam. Seperti malam yang menyambut pagi. Seperti pagi yang menyajikan teriknya panas matahari. Siklus memang tak pernah bisa berubah. Ataupun tidak akan bisa aku merubah.

Terlalu perih rasanya bertahan. Terlalu naif bila harus melepaskan. Letih rasanya terus duduk berpangku tangan menunggu. Tiada hadir sedikitpun kau tampak. 

Terus bergelut dengan ke abu-abuan membuat sesak semakin parah. 
Bukan cinta namanya bila tak harus berkorban. Tapi tak pernah aku rasakan pengorbanan.

Apakah diluar sana pengorbanan harus dibayar dengan nyawa? Lalu aku serahkan hati yang telah mati ini, yang terlalu sering berkorban untuk terus mencintai. 

Seperti api yang terus menyala, kadangkala gelap lebih berkuasa. Tiadalah hal yang sempurna, apalagi aku yang tampak dengan mata. 

Berusaha selalu dicoba untuk hampir dekat dengan sempurna. Menghargai, mengerti, dan sabar ialah kunci dari ratusan rantai yang tergembok. 

Kembali ke abu-abu yang menyesakkan kalbu. Membuat semua indera mati rasa saat terucap kata semu. Sesemu dirimu. 

Terlalu mudah mengucap manis dan janji. Terlalu mudah percaya dengan menanti.

Ingin aku lepas dari sangkar tak berjeruji. 

Terlalu banyak kata tak tersampaikan di pikiran ini. Membayangi setiap langkah mundur yang susah payah ku jalani. Membawaku kembali melaju teracuni manisnya janjimu. Anganku terkabuti kisah sebentar kita yang biru. 

Langkahku dan langkahmu kian tak teratur. Membarikade pergerakan, saling menghalangi satu sama lain. Bagai melewati bara api yang memisahkan dua wujud yang ingin bersatu. Berdua kita bersikukuh pada tujuan masing-masing, tapi tak mau sedikitpun berpaling. 

Bukanlah aku yang meminta, bukanlah aku yang berharap. Tapi tiada anugerah yang lebih dari sekedar bisa mengerti kerancuanmu. 

Jika bukanlah masing-masing kita menyatu, lalu mengapa sampai kini kita tak pernah bisa jauh? Jika bukanlah masing-masing kita menyatu, lalu mengapa sampai kini kita selalu menggulung rindu?

Tak tahu sampai kapan aku menunggu dalam abu-abu. Tak tahu sampai kapan abu-abu akan berevolusi menjadi tak saru. 

Jika kau ingini aku dalam tidurmu, tunjukan pada bulan yang seringkali merindu. Jika kau ingini aku dalam hidupmu, tunjukan pada aku yang perlahan meragu. 

Kamis, 01 Agustus 2013

#CeritaDariKamar

Awalnya, gue memutuskan untuk pergi keluar sambil ngabuburit. Tapi ternyata, gue liat timeline-nya @benzbara yang ngajak followersnya untuk bikin cerita tentang 1 benda atau 1 hal yang ada di kamar lo selama 1 bulan agustus ini.
Gue sebagai followersnya Bara dan seorang tweople yang aktif juga baru tau kalau Bara ternyata seorang penyiar. wow.. Btw, gue juga (calon) penyiar. Gue lagi dalam masa training di salah satu radio besar di Bandung, kalau Bara kepo, langsung aja cek http://www.ardanradio.com atau @ArdanRadio. :) hehgehe...

Jari-jari gue mulai kikuk karena udah beberapa bulan ini vakum nulis. Biasanya gue juga sering banget mengungkapkan apa yang gue rasain di blog, kegiatan gue yang mulai numpuk jadi menghambat tulisan dan rencana gue untuk bikin buku sendiri. Hmmm... Semoga bisa cepat terealisasikan deh, dan semoga kalau Bara baca blog gue ini, buku gue bisa meluncur dan bersanding sama bukunya Bara. Hahahah.. never mind deh :p

Gue mulai memutar otak, benda apa yang bakal gue ceritain... sama sekali gak ada ide. Tapi seketika gue ngeliat 1 vas bunga yang kosong di meja belajar gue. Yang awalnya tempat dimana gue menaruh bunga (sampai jadi bangkai bunga) yang dikasih sama mantan gue. Tapi... Sekarang, bunganya udah gak ada. Bukan gue buang, tapi gue balikin ke mantan gue beserta hal-hal yang bersangkutan dengan dia.

Entah kenapa, kebiasaan gue untuk "mengembalikan" barang-barang yang sudah si mantan kasih atau barang yang mengingatkan gue dengan dia sudah mendarah daging. Gue termasuk cewek yang susah banget move on, apalagi kalau diingetin barang-barang yang ada hubungannya sama seseorang yang masih gue sayang, makin stuck-lah gue. Maka dari itu, gue balik-balikin semua barang-barangnya.

Sesi pengembalian ke mantan gue yang ke-2 sukses berat, karena gak lama setelah itu gue langsung bangkit lagi dari nangis-nangis dan murungnya gue. Tapi sesi pengembalian yang ke-3 ini agak sedikit mandek. Gue juga bingung, biasanya setelah gue ngembaliin semua barang yang berhubungan dengan mantan gue, semuanya berangsur membaik, tapi... Anehnya gue malah makin stuck sama mantan gue yang 1 ini. Padahal banyak orang bilang, dia gak lebih baik dari 2 mantan gue yang sebelumnya, malah lebih buruk dari sikap dia yang seenaknya ninggalin gue. Dia juga seringkali datang dan pergi selepas kita putus. Gue semakin bingung sama apa maunya dia.

Dari awal kita putus, sebenernya gue baru sadar beberapa minggu kebelakang, kalau ternyata gaada kata "putus" yang keluar dari masing-masing bibir kita, di chat pun nihil. Gue digantungin. Sampe sekarang. 1 bulan setelah putus pun dia masih ngucapin happy anniversary. yaa... konyol memang, namanya juga anak muda, pasti setiap bulan rutin ngucapin kan?

Dia seperti gak mau kehilangan gue, tapi gak mau punya ikatan apapun sama gue. Dia menahan gue untuk tetap tinggal, tapi dia sama gak mau terbebani sama gue. Seperti dia meminta gue untuk jadi rumahnya, tapi dia gak tinggal di rumah itu dan malah luntang-lantung diluaran. Setiap kali gue hampir suka sama orang lain, move on, bahkan gue sempet mau jalan sama orang lain dan BOOM! dia dateng lagi. Gue merasa kaya diawasin, dipantau, tapi dibiarin bebas setelah tau gue ada dalam batas amannya dia.

Yang gue tau, selama ini, baru dia kaya gini sama cewek. Dan cewek itu adalah gue. Gue bahkan kayak punya ikatan batin sama sebagian keluarganya karena gue adalah cewek pertama yang dia bawa ke keluarganya. Gue gak tau kenapa, tapi gue selalu dapet feeling untuk tau apa yang dia maksud, apa yang dia tuju, apa yang dia mau. Gue merasa, sampai saat ini, baru gue yang bisa mengerti dia, sifat kekanak-kanakannya, sifat kebebasannya. Gue gak pernah mengerti seorang cowok sedalam gue mengenal dia. Padahal, kalau mau dibandingin, gue sama 2 mantan gue yang sebelumnya kenal lebih dari setengah tahun, bertahun-tahun malah, tapi sama dia? 2 bulan doang.

Jujur, baru kali ini gue bener-bener stuck.
Stuck dalam artian bukan di 1 pihak aja, tapi di 2 pihak. gue dan dia, sama-sama stuck. Kita kayak yang sama-sama bingung harus kemana, kita sama-sama gak mau ngulangin kesalahan yang sama, tapi kita juga sudah merasa nyaman satu sama lain, karena dari masing masing kita, gak ada satu sifatpun yang disembunyiin. Tapi kadang, dia sering banget nutupin apa yang dia mau ungkapin, gue jadi pusing sendiri karena sikap dia yang tiba-tiba jadi menutup diri. Yang gue liat, dia sebenernya cari perhatian, tapi... cari perhatiannya... mirip banget sama anak kecil. Padahal dia 2 tahun lebih tua diatas gue, tapi sifat kekanak-kanakannya seperti 5 tahun dibawah gue.

 Seringkali, janji dia sama gue sering gak jadi, gagal. Gue tau alasan-alasan dia itu cuma mimik doang, sebenernya dia udah buat janji sama temennya lah, atau cuma sekedar nuntasin game PS atau main dotA. Dia masih kayak anak kecil banget, dia masih belum bisa jadi apa yang gue mau, tapi cuma dia yang bisa bikin gue lebih sabar, lebih dewasa, dari sikap kekanak-kanakannya itu.

Gue pengen banget bisa bikin dia lebih dewasa dari sekarang, bisa lebih menghargai apa yang dia punya, apa yang ada di sekelilingnya. Gue pengen banget bisa bikin dia lebih serius dari hidup dia yang segala dibawa santai. Emang bagus sih kalau punya sifat santai, jadi ya gak bakal terlalu ribet kalau ada sesuatu yang sedikit destroy his life, tapi.... sometimes, dia juga sering menggampangkan semua hal dari sifat santainya itu. Memang sampai sekarang belum keliatan efek sampingnya, tapi gue takut suatu saat, dia dikasih liat imbasnya sama Tuhan.

Kalau boleh jujur sih, sebenernya gue cape gini terus... Dia sama sekali gak pernah mau mengungkapkan apa yang ada di pikirannya, di hatinya. Dia terlalu gengsi dan terlalu men-"entar-entar"kan segala sesuatu hal. Gue sempat membanyangkan bagaimana jadinya kalau gue beneran move on dari dia. Bukannya kepedean, tapi... gue rasa dia bakal kehilangan gue. Bakal kehilangan orang yang bisa mengerti dia. 

Gue gak tau sampai kapan gue dan dia berada di posisi ini terus, kita sama-sama gak mau pisah, tapi.... ketidak adaan status antara gue sama dia selalu jadi penghambat dan jadi penghancur konsentrasi gue. Gak ngerti deh, gue masih terus membiarkan arus yang dia buat membawa gue terombang-ambing, gue masih mengumpulkan kekuatan untuk berani bertanya sama dia atas apa yang dia mau atau... stop dan pergi.

Hal kayak gini emang gak bisa dingertiin sama otak yang pake logika. cuma bisa dingertiin sama hati yang punya rasa cinta...

Gue kembali melihat vas bunga yang ada di meja belajar gue dan cuma bisa berharap yang terbaik untuk gue dan dia. Hmmm... Mungkin masih akan terus begini, sampai salah satu diantara kami ada yang maju, atau mundur.

Karena cinta bukan soal baru, atau lama. Cinta itu... dimana kamu bisa merasa nyaman tanpa berusaha.





 

©2013. with ♥ from Mirsha Shahnaz Azahra.