.










Senin, 24 Februari 2014

Berhenti terbit

Aku dan kamu bermusuh waktu
Mengapa?
Karena kita terhalang ragu

Aku dan kamu bertemu kaku
Mengapa? 
Karena kita terhalang pilu

Aku dan kamu berpisah tak mau
Mengapa?
Karena kita menimbun rindu

Aku dan kamu berharap satu
Apa?
Matahari terbit yang berhenti bertamu. 

22-02-2014

Sabtu, 22 Februari 2014

Jatuh


Dengan tangan kaki terikat
Gugurlah jatuh satu demi satu
Menghantam lembut saling bertabrakan
Berhamburan bersapa bergesek nyaring

Hilang asa ia pasrah
Menganut tangan angin untuk bergerak
Jauh rasanya menerawang ke atas
Ketika jatuh terperangkap

Di tempat itu ia melamun
Karena langit tak sebiru banyu
Porak poranda dilalap awan gelap
Terkena amarah sang halilintar

Satu demi satu tergantikan oleh yang baru
Sosok daun baru melambai hijau
Daun gugurpun hanya berkaca pada kekuningan
Tanpa sepatahpun ia tersenyum

Kamis, 13 Februari 2014

Lekat.

I still thinking about me.
About you.
About us.
And what we could be.

After all this time, can we fix it? Can we take that second chance? Can we? 


Mencoba aku untuk tidak peduli. Dengan semua angan semu yang mencoba memanah dan menjadikanku sasaran empuk. Berusaha tak melamuninya di setiap detikku yang kosong. Berusaha agak aku tak lagi terjerembab dan berakhir dengan luka yang serupa. Tapi datangnya kamu, kamu dengan berjuta-juta suratan yang tersirat
Semu. 
Muncul bagai letupan debu. Terlihat, tapi samar. Terasa tapi tak tergenggam,
Abu.
Kembali dengan secercah cahaya,  menembus benteng hitamku yang mengemas rapat akan semua tentangmu. 
Rancu.
Hati ini melonjak-lonjak merintih melihat setitik harapan yang samar kau tunjukan tapi kau tarik kembali karena adanya dia yang bersandar di bahumu.
Palsu.
Kasarku ku jejal menyesak ke lubuk. Andai aku cukup berani menantangmu, menunjuk tajam telunjuk ini ke arah wajah yang selalu bertamu di mimpiku itu, untuk sekedar mengharap sang pasti.

 Aku atau dia. Siapa? 

Sayang, mampuku hanya mematut memangku dagu menunggu. Mengubur lagi memori fana yang sempat kau korek dan bangkitkan.
Sejenak.
Mudah ucapmu berkata sesal, mengajakku mengingat kita dari asal. Dan pada akhirnya kalah lah benteng kokohku, tumpukan patahan hatiku yang telah ku susun ulang. Detik ini. Terus kau meyakinkan aku untuk tetap tinggal. Dengan mata penuh sesal. 

Detik ini. 
Tidak lagi.

Kembali kau dengannya. Membuatku kini menyusun ulang pondasi membatas diri, membenteng antara aku dan kamu bermaksud agar aku tahu diri. 
Hancur.
Muak aku percaya, lelah aku terima, omong kosong dan harapan memang tipis terlihat beda. 
Hebat.
Kau.

Lekat. 



 

©2013. with ♥ from Mirsha Shahnaz Azahra.